Loading...

Sejarah PPn dan Aplikasi PPn

 BERBICARA mengenai peraturan perpajakan, sebenarnya tidak jauh-jauh dari membicarakan sejarah. Salah satu hal yang penting dalam ilmu perpajakan, baik di tingkat dunia maupun di Indonesia, adalah mengenai formulir. Karena seluruh peraturan perpajakan pada dasarnya akan di-ejawantah-kan dalam bentuk formulir untuk pelaporannya.

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai sejarah formulir SPT Masa PPN yang pernah dan sedang digunakan di Indonesia.

Fungsi SPT Masa PPN
Fungsi SPT Masa PPN bagi PKP pada dasarnya adalah sebagai alat untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPn BM yang sebenarnya terutang, dan untuk melaporkan tentang:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.



Sejarah SPT Masa PPN
Pada dasarnya sejarah formulir SPT Masa PPN sampai dengan saat ini bisa kita bagi menjadi beberapa periode, yaitu periode 1984-1994, periode 1995-2005, periode 2006, periode 2007-2010, dan periode 2011 sampai dengan sekarang.

a. Periode 1984-1994
Pada 1 Januari 1984 mulai diberlakukan UU PPN 1984, yaitu UU No 8 tahun 1983. UU PPN ini menggantikan UU Pajak Penjualan tahun 1951. Namun, berdasarkan penelusuran sejarah yang saya lakukan, pada masa ini tidak ditemukan adanya formulir baku SPT Masa PPN. Mungkin dikarenakan keterbatasan data dan sumber yang saya miliki. Berdasarkan penelusuran tersebut, memang terdapat beberapa peraturan yang menyebutkan bahwa pemungutan PPN harus dilaporkan melalui SPT Masa PPN. Namun tidak ada satu peraturan pun yang memberikan gambaran jelas mengenai bentuk baku SPT Masa PPN. Beberapa peraturan tersebut diantaranya:
1) Keputusan Menteri Keuangan nomor 970/KMK.04/1983 tentang Pedoman Penghitungan Kredit PPN Bagi Pengusaha yang berdasarkan UU PPh 1984 Memilih Dikenakan Pajak dengan Pedoman Norma Penghitungan
2) Keputusan Menteri Keuangan nomor 205/KMK.01/1985 tentang Tata Cara Pemungutan, Pembayaran, dan Pelaporan PPN atas Penyerahan Bukan Bahan Bakar Minyak Bumi oleh Pertamina

Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, saya berkesimpulan: mungkin pada masa ini PKP melaporkan SPT nya dengan laporan sendiri, tidak ditentukan bentuk bakunya. Namun sekali lagi itu hanya kesimpulan sesaat yang masih harus diuji kebenarannya. Mungkin saya harus bertanya langsung kepada saksi hidup mengenai pelaporan SPT Masa PPN pada saat itu. Tulisan ini akan diupdate apabila saya sudah berhasil mendapatkan ketentuan yang berlaku pada waktu itu.

b. Periode 1995-2005
Pada tanggal 6 Februari 1995 dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-12/PJ./1995 mengenai Bentuk dan Isi SPT Masa PPN dan SPT Masa PPN bagi PKP Pedagang Eceran Yang Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, Keterangan dan Dokumen Yang Harus Dilampirkan, Serta Buku Petunjuk Pengisiannya. Keputusan Dirjen Pajak ini mengatur bahwa mulai 1 Januari 1995 PKP harus melaporkan SPT Masa PPN dengan menggunakan formulir 1195 atau formulir 1195PE bagi pedagang eceran, juga 1195BM guna pelaporan PPn BM.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini beberapa kali mengalami perubahan, diantaranya dengan Kepdirjen nomor KEP-386/PJ./2002 dan KEP-145/PJ./2005.

Pada tahun 2001, melalui penerbitan Keputusan Menteri Keuangan nomor KEP-547/KMK.04/2000, KEP-548/KMK.04/2000, KEP-549/KMK.04/2000 dan KEP-550/KMK.04/2000, telah dikeluarkan bentuk baru formulir SPT Masa PPN, yaitu formulir 1101BM untuk pelaporan PPn BM (formulir ini menggantikan formulir 1195BM) dan formulir SPT Masa bagi wajib pungut dan wajib pungut PPn BM, yaitu formulir 1101PUT, dan 1101BMPUT.

Bentuk formulir SPT Masa PPN 1195, 1195PE, 1101PUT1101BM dan 1101BMPUT tetap berlaku sampai dengan akhir tahun 2005.

c. Periode 2006
Pada tahun 2005 dikeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-145/PJ/2005, dimana berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut, sejak 1 Januari 2006 diberlakukan bentuk formulir baru, yaitu formulir 1106. Formulir ini berlaku hanya sampai dengan Desember 2006 saja. Formulir 1106 ini menggantikan formulir 1195 dan 1195PE. Serta menghapus ketentuan mengenai pemisahan formulir SPT Masa PPn BM, yaitu 1101BM dan 1101BMPUT.

Sehingga sampai dengan akhir 2006, formulir yang efektif digunakan adalah 1106 dan 1101PUT. Pada periode ini Formulir SPT Masa PPN relatif lebih sederhana, karena hanya terdiri dari dua jenis saja. Sehingga tidak membingungkan dan merepotkan bagi PKP, dan di sisi lain lebih menghemat biaya kepatuhan (compliance cost).

d. Periode 2007-2010
Mulai masa pajak Januari 2007, bentuk formulir SPT Masa PPN 1106 dan 1101PUT digantikan dengan formulir 1107 dan 1107 PUT. Formulir ini diberlakukan dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-146/PJ/2006.

Pada tahun 2007, melalui penerbitan Peraturan Direktur Jenderap Pajak nomor PER-180/PJ/2007 telah diberlakukan formulir SPT Masa PPN 1108 yang kemudian diubah dengan PER-14/PJ/2008, PER-29/PJ/2008, dan PER-15/PJ/2010. Formulir ini berlaku dari Januari 2008-Desember 2010, terbatas hanya bagi PKP di lingkungan KPP Pratama Jakarta Gambir Dua, Gambir Tiga, dan Tanah Abang Satu. Formulir ini merupakan alat uji coba untuk pengolahan data dan dokumen di kantor pusat pengolahan dan data dan dokumen perpajakan.

e. Periode 2011 sd 2016
Sejak 1 Januari 2011, melalui penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-44/PJ/2010 telah diberlakukan penggunaan formulir baru, yaitu formulir 1111 dan 1111DM bagi PKP yang menghitung PM nya dengan menggunakan pedoman. Formulir ini menggantikan formulir 1107. Peraturan ini masih berlaku hingga sekarang, dimana terakhir diubah dengan PER-25/PJ/2014.

Mulai 1 Januari 2013 sendiri sebenarnya dikeluarkan bentuk formulir baru yang lain, yaitu formulir 1113. Namun formulir tersebut bukanlah SPT Masa PPN, melainkan formulir SPT Masa PPn (Pajak Penjualan) yang berlaku bagi perusahaan kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara generasi pertama. Formulir ini diberlakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan nomor 194/PMK.03/2012.

e. Periode 2016 sampai Sekarang

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak (PKP) di seluruh Indonesia wajib menggunakan Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur). Pemberlakuan secara nasional ini menyusul pemberlakuan e-Faktur di wilayah Jawa dan Bali sejak 1 Juli 2015. Sehubungan dengan hal ini, seluruh PKP diharapkan untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 
1.    PKP yang tidak membuat e-Faktur atau membuat e-Faktur yang tidak mengikuti tata cara yang telah ditentukan, dianggap tidak membuat Faktur Pajak dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 persen dari Dasar Pengenaan Pajak. 
2.    Faktur Pajak yang tidak dalam bentuk e-Faktur atau dalam bentuk e-Faktur tapi tidak sesuai tata cara yang ditetapkan, tidak dapat dijadikan Pajak Masukan bagi Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak. Ditjen Pajak mengimbau PKP yang belum menggunakan e-Faktur, terutama untuk PKP di wilayah luar Jawa dan Bali untuk segera

mengajukan permintaan sertifikat elektronik kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sehingga dapat melaksanakan kewajiban penerbitan e-Faktur mulai 1 Juli 2016.







Semoga bermanfaat!

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP